Welcom to ekajayapu.blogspot.com

do not ever resign work

Jumat, Maret 26, 2010

SIMBOLISASI DALAM MASYARAKAT KALBAR

SIMBOLISASI DALAM MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT
Oleh :
EKA JAYA PU

A. Latar Belakang
Kalimantan Barat merupakan wilayah yang memiliki banyak sekali sumber daya alam yang meliputi tambang, flaura, fauna dan sebagainya. Kekayaan yang ada dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat yang hidup di sekitar wilayah tersebut. Masyarakat yang hidup di Kalimantan Barat tidak hanya suku dayak saja melainkan berbagai macam suku diantaranya ; melayu, cina, jawa, batak, bugis, madura. Perbedaan etnis yang ada ternyata menambah kekayaan ragam budaya masyarakat Kalimantan Barat.
Perkembangan masyarakat di Kalimantan Barat tidak terlepas dari pengaruh yang datang dari luar baik budaya, agama maupun teknologi. Dengan adanya perkembangan masyarakat dan keanekaragaman budaya sehingga muncul kebersamaan serta pertalian antara etnis yang hidup di Kalimantan Barat. Dengan mengenal sejarah dan suku bangsa kita, meski sebagian masih banyak dalan sebuah cerita rakyat, adat istiadat dan hukum adatnya akan mempertinggi rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Kalimantan Barat terdapat beberapa kabupaten yang menghubungkan daerah satu ke yang lainnya dan tentu saja memiliki peranan penting dalam rangka memajukan daerah tersebut diberbagai bidang kebutuhan hidup dan lain sebagainya. Masyarakat asli Kalimantan Barat tidak ada yang mengetahui secara pasti karena perkembangan manusia sangat cepat sehingga banyak sekali manusia-manusia Kalimantan Barat yang sudah melakukan perkawinan silang antar ras, sub ras dan sebagainya.
Namun dari penelitian dan hasil catatan sejarah, mengatakan bahwa masyarakat penghuni daerah Kalimantan Barat adalah orang Dayak yang merupakan pendatang dari Yunan dan telah melakukan perkawinan campur dengan orang melayu sehingga menghasilkan warna kulit, wajah, bentuk fisik dan sebagainya sehingga mereka menjadi orang Dayak yang sekarang ini dapat kita jumpai di Kalimantan Barat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Suku Dayak Kalimantan Barat ?
2. Mengapa muncul pengistilahan dan simbolisasi dalam masyarakat Kalimantan Barat ?
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN SUKU DAYAK DI KALIMANTAN BARAT
Suku dayak terdiri dari beratus-ratus suku kekeluargaan, tetapi masing-masing memberikan sumbangan kekeluargaannya dalam hukum dan adat istiadatnya. Hal ini tercermin dalam pelaksanaan upacara adat misalnya Gawai atau istilah bahasa kesatuan orang dayak adalah “Naik Dango”, yang pada dasarnya memiliki banyak persamaan antara suku dayak di Kalimantan Barat dalam pelaksanaannya.
Kemudian ada beberapa adat yang juga masih diyakini orang dayak hingga saat ini, seperti; percaya kepada mimpi, bunyi-bunyi burung tertentu, percaya pada ular yang melintasi jalanan, tumbangnya pohon melintang jalanan, menghormati leluhur yang telah mendahului dan macam-macam kuasa gaib. Hidup selalu dibayangi oleh kuasa gaib yang akan membalas setiap perbuatannya sehingga mereka harus berhati-hati dalam segala tindakan.
Suku ini cenderung pada takhayul yang menyangkut kehidupannya sehari-hari. Dalam kehidupannya sehari-hari ada saja perasaan sangsi. Sewaktu hendak keluar rumah, biasanya mereka melihat dahulu ke udara atau memandang ke tanah untuk mengetahui tanda-tanda yang diberikan oleh alam. Ke udara mereka mencari burung “antang” apakah dia ada atau tidak. Demikian juga mereka menunduk ke tanah, apakah ada “angoi” dihalaman atau ular melintasi jalan. Semuanya menetukan langkah yang harus diambil hari itu ( F. Ukur, Tantang Jawab Suku Daya, hal.206).
Kuasa gaib sangat ditakuti oleh oang dayak, dalam membuka lahan baru atau ladang, membangun rumah panjang, upacara perkawinan atau upacara apa saja harus selalu membayar adat terlebih dahulu kepada “Jubata” (istilah dalam penyebutan Tuhan). Adapun beberapa hal yang dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Jubata dalam kehidupan masyarakat dayak sehari-hari.
A. Korban
Mempersembahkan darah hewan sangat berarti bagi Jubata mereka. Apalagi kalau dapat mempersembahkan anaknya sendiri sebagai kurban. Pengurbanan bagi suku dayak banyak cara mulai dari penggunaan telir sampai pada kepala manusia.
B. Komunikasi
Suku dayak pada umumnya sifatnya peramah sama seperti suku lainnya di Indonesia. Percaya mempercayai adalah sifat luhur, mereka tidak senang menggunakan dan mendengar kata-kata kasar yang tidak menentu. Dalam percakapan harus selalu memberi kesempatan bagi mereka, jangan sampai memonopoli pembicaraan. Mereka senang berbicara terus terang tentang apa saja yang mereka rasakan atau pun bagi lawan bicaranya dan jangan meminta sesuatu yang tidak dimilikinya karena akan menyinggung perasaan mereka.
Orang dayak memiliki kemampuan praktis yang mengagumkan, ingatan yang sangat tajam dan konsep pemikiran religius yang kompleks tetapi sangat sempurna (F.Ukur. Tantang Jawab Suku Daya. hal.203)
C. Janji
Suku dayak sangat menuntut janji. Suatu janji harus ditepati dan janji dianggap hutang, walaupun mereka memiliki hutang yang sudah bertahun-tahun lamanya namun masih di ingat dan berusaha di bayar. Sifat pembohong sangat dihina oleh suku dayak. Unsur keadilan bagi suku daya dilihat dalam dua kategori yaitu : 1). Keadilan dalam hidup kekinian, 2). Keadilan dalam kehidupan yang akan datang (F.Ukur. Tantang Jawab Suku Daya. hal.203)
Arti unsur tersebut adalah dimana manusia harus berbuat adil kepada siap saja baik lingkup keluarga maupun orang lain yang merupakan keyakinan dan jangan pernah melanggarnya. Keadilan dapat membuat orang senang, sejahtera dan sebagainya. Apabila manusia berbuat adil dalam hidupnya maka ketika mati pasti akan mendapatkan ketenangan oleh Jubata.
D. Bertani
Kehidupan suku dayak masih bersifat nomaden dalam rangka mempertahankan hidupnya dari makan dan serangan kelompok lain. Hal yang sering dilakukan adalah berladang, dalam usaha pertaniannya suku dayak membuka lahan setiap tahun di tempat yang berbeda. Untuk membuka lahan baru suku dayak menggunakan sistem membakar hutan, hal ini disebabkan tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi dan membakar adalah cara yang praktis dan cepat.
Dari penjelasan di atas tersebut sangat jelas bahwa suku dayak memiliki ideologi yang tercermin dari hukum adat istiadat yang dijadilan landasan mereka dalam rangka menjalani kehidupan masyarakat yang sudah tetata dengan baik. Hal ini menunjukan dari mulai suku dayak ada ternyata sudah membangun sebuah peradaban yang kapasitasnya bagi mereka adalah pranata sosial yang didapatkan dari pengalaman hidup leluhurnya.
Pengalaman yang sudah dijadikan hukum adat istiadat dalam pranata sosial tersebut adalah landasan bagi suku dayak dapat mempertahankan eksistensinya hingga saat ini. Perkembagan suku dayak hingga saat ini sudah sangat maju hal ini ditandai dengan banyaknya orang-orang dayak yang sudah mendapatkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Di samping itu juga dalam hal lain orang-orang dayak sudah banyak yang ikut aktif dalam perpolitikan sampai pada level tertingi menjadi kepala daerah.
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membawa perubahan bagi suku daya khususnya yang tersentuh oleh kemodernisasi secara tidak langsung akan memberikan warna baru dalam kehidupannya.
PENGISTILAHAN DAN SIMBOLISASI DALAM MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT
Penduduk Kalimantan Barat terkenal dengan sebutan suku Dayak, banyak penduduk asli yang merasa terhina dengan istilah itu. Dayak sebenarnya adalah sebutan yang dipublikasikan orang Belanda pada masa pemerintahan Hindia Belanda di Kalimantan Barat yang ingin mengatakan orang dayak adalah kuli atau budak. Sedangkan arti sebenarnya dalam dialek adalah daya maksudnya “hulu”, pada waktu itu ada seorang bertanya kepada temannya yang sedang berjalan kemudian pertanyaanya adalah; “Ampus Kakmae kitak(pergi kemana kalian ?)” jawab yang sedang berjalan tadi “Ampus Kak daya bo(pergi ke hulu)”.
Pada akhirnya kalimat daya diplesetkan oleh orang luar menjadi dayak dan menurut istilah orang luar dayak adalah kuli atau budak suruhan. Namun demikian sudah terjadi sekian lama dan suku dayak pun sudah tidak lagi mempermasalahkan hal tersebut. Yang terpenting dayak adalah sebuah suku yang masih memiliki eksistensi dan tidak bisa tergantikan.
Awal mula penduduk asli bertempat tinggal di tepi sungai atau daerah pesisir, tapi karena pendatang mendesak mereka dengan berbagai macam cara sehingga mereka berpindah ketempat lain yang lebih ke hulu. Sejak itulah mereka disebut orang hulu atau bahasa mereka “ Daya” dan terciptalah sebutan orang daya atau suku daya. Kedatangan suku lain seperti melayu, bugis, cina dan lain sebagainya disebut sebagai orang laut.
Menurut Ch. F.H. Duman, bahwa suku daya-lah penduduk asli pulau Kalimantan. Mula-mula mereka menduduki atau mendiami tepi sungai Kapuas dan laut Kalimantan. Tapi datangnya melayu dari sumatera dan dari tanah semenanjung Malaka, terpaksalah terdesak mereka ke hulu sungai. Semakin lama pendatang semakin banyak datang kedaerah ini maka semakin terdesak pula mereka ke hulu sungai dan bahkan mereka banyak yang lari ke gunung-gunung untuk berlindung dari serangan suku lain.
Bangsa Tionghoa suku Tio Ciuyang dipimpin oleh Liem Thai Chiang dan suku Khe di bawah pimpinan LhoThai Pha yang terkenal dengan kongsi dagangnya dan melakukan penggalian emas di Mandor dan Monterado, juga turut andil dalam rangka memberi pengaruh bagi masyarakat Kalimantan Barat yang berorientasi pada perdagangan.
Menurut kutipan F. Ukur dalam bukunya Tantang Jawan Suku Daya ha.52, bahan konkrit oleh Dr.H.J. Malinckrodt mantan controlent di masa penjajahan, dia membedakan suku daya dalam enam rumpun yang disebut “STAMMENRAS”
1. STAMMENRAS : KENYA KAYAN BAHAU
2. STAMMENRAS : OT DANUM
3. STAMMENRAS : IBAN
4. STAMMENRAS : MOEROET
5. STAMMENRAS : KLEMANTAN
6. STAMMENRAS : POENAN
Pada dasarnya Stammenras adalah kelompok besar suku daya berdasarkan atas daerah atau wilayah dan bahasa serta dialek yang berbeda. Hal ini merupakan gambaran besar tentang eksistensi suku dayak yang sebenarnya telah dipengaruhi dan desakan suku lain namun masih mampu untuk bertahan dengan membentuk kelompok besar berdasarkan daerah dan kepentingan penguasanya.
Terlepas dari pengistilahan yang lahir dari sebuah salah pahan ( miss communication ) antara pendatang dan penduduk lokal yang melahirkan istilah baru namun istilah tersebut ternyata menghina perasaan penduduk lokal. Penjelasan ini tidak terfokus pada pengistilahan namun muncul suatu simbolisasi yang hidup dalam masyarakat Kalimantan Barat dan hingga saai ini menjadi sebuah identitas.
Hal tersebut berkaitan dengan agama dan etnis yang sebenarnya muncul akibat adanya pengaruh ideologi dan paham ketuhanan terhadap orang darat atau hulu maupun orang laut atau pendatang. Berawal dari proses kedatangan orang melayu Sumatera dan Malaka ke tanah Kalimantan Barat khususnya dengan membawa paham agama Islam sehingga penduduk lokal ada yang dapat menerima paham tersebut namun ada pula yang menolak dan terpaksa terpinggirkan dari keberadaan sebenarnya.
Masuknya Islam ke Kalimantan Barat membawa warna baru di daearah itu yaitu perkembangan agama Islam begitu cepat, ini dibuktikan dengan pemeluk agama Islam yang rata-rata adalah penduduk yang hidup di pesisir. Dengan demikian maka sebutan “Melayu” adalah bagi orang yang memeluk agama Islam. Sehingga sampai saat ini simbolisasi itu sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Kalimantan Barat.
Simbolisasi yang dimaksud dalam masalah adalah dengan masuknya pengaruh Islam yang dibawa oleh melayu Sumatera dan Malaka kemudian dianut oleh masyarakat pesisir dan sebagian diantaranya adalah orang-orang dayak sehingga pada akhirnya mereka disebut sebagai orang melayu. Keberadaan masyarakat pesisir yang semakin berkembang baik dalam segi agama, ekonomi, sosial, budaya memaksa orang-orang dayak yang tidak memeluk agama Islam membuka perkampungan baru di pedalaman.
Kampung baru tersebut masih melaksanakan sistem lama yaitu animisme dan dinamisme. Pada abad ke-18 datang pula bangsa Eropa yaitu Belanda yang mana membawa dan memperkenalkan agama baru kepada orang-orang dayak yang hidup dipedalaman. Dengan demikian secara tidak langsung masyarakat pedalaman tersebut memeluk agama yang dibawa para misionaris Belanda.
Para misionaris ini biasanya memperkenalkan agama Katholik dengan suatu pendekatan sosial seperti memberikan kemudahan dalam hal kebutuhan makan, pakaian, kesehatan dan sebagainya. Dari itulah maka banyak orang-orang dayak yang tertarik akan kebaikan para misionaris tersebut. Setelah itu barulah disentuh masyarakat dayak dengan paham-paham ketuhanan.
Perkembangan selanjutnya istilah-istilah melayu untuk sebutan masyarakat yang memeluk agama Islam dan sebutan dayak bagi masyarakat yang memeluk agama Kristen Khatolik atau Kristen Protestan. Dengan demikian istilah ini menjadi symbol yang hingga sekarang berkembang menjadi penomena social dalam masyarakat Kalimantan Barat.
PENUTUP
Kesimpulan
Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki multi etnis, cultur, religi. Sehingga tidak mengherankan apabila daerah ini sering terjadi konflik. Konflik yang terjadi sebenarnya bukanlah karena masalah perbedaan etnis, religi yang ada namun melainkan kepentingan yang dimiliki oleh elit-elit tertentu sehingga memasukan elemen etnis sebagai alat untuk memperkeruh suasana. Dan dari itulah Kalimantan Barat salah satu daerah rawan konflik, maka dengan adanya pemahaman dan kesadaran antar etnis akan meredakan isu-isu konflik yang sering melanda daerah tersebut.
Simbolisasi yang muncul akibat pengaruh luar baik yang datang dari Sumatera dan Eropa ternyata menjadi budaya masyarakat Kalimantan Barat hingga saat ini. Masyarakat Kalimantan Barat asli adalah suku dayak yang pada awalnya sudah memiliki adat istiadat, hokum dan religi. Namun ketika datangnya melayu dari Sumatera dan Semananjung Malaka yang pertama diperkenalkan adalah suku dayak yang hidup di pesisir sungai atau pun laut. Dengan demikian banyak diantara mereka yang dulunya hidup dengan adat, hokum dan religi yang sudah terbentuk tetapi setelah pengaruh melayu datang mereka menjadi penganut suatu paham dan budaya melayu tersebut.
Adanya perkembangan masyarakat pesisir yang semakin membawa perubahan pada sistem sosial, politik dan agama. Maka semakin lama tumbuh istilah yang secara tidak disadari tetapi sadar akan hal itu dengan sebutan Melayu bagi masyarakat yang dulunya suku dayak yang telah memeluk agama Islam dan menggunakan cara pandang Islam dalam rangka menjalankan segala aktivitas hidupnya.
Bagi suku dayak yang tidak ingin terkena pengaruh dari orang-orang melayu, mereka mencari tempat baru yaitu daerah yang agak jauh dari pesisir. Ketika pada abad ke 17 dengan datangnya bangsa Barat yaitu Belanda dengan melakukan pendekatan terhadap suku dayak yang belum tersentuh oleh budaya atau paham dari luar. Para misionaris secara perlahan-lahan melakukan pendekatan social dengan memberikan bantuan ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian banyak diantara orang-orang dayak yang simpati terhadap misionaris tersebut. Dengan demikian paham ketuhanan mulai mendapat tempat sebagai sarana dalam rangka penyebaran agama katholik.
Perkembangan agama Katholik di Kalimantan Barat juga pesat di dukung pula dengan berdirinya tempat ibadanya diberbagai tempat sehingga mempermudah proses peribadatan. Agama Katholik yang dianut oleh masyarakat pedalaman (hulu) menjadi sebuah pengistilahan yang disebut orang dayak. Setiap menyebut orang dayak besar kemungkinan mereka adalah pemeluk agama Katholik. Hal ini lah yang menjadi sebuah penomena sosial dalam masyarakat di Kalimantan Barat yang pada akhirnya muncul simbol dalam penyebutan sebuah identitas.
Namun perbedaan dan pengistilahan tersebut bukan menjadi masalah justru menjadi sebuah khasanah budaya dalam masyarakat Kalimantan Barat. Konflik yang terjadi sebenarnya bukan karena perbedaan status, etnis, agama melainkan perbedaan pendapat dalam sebuah kepentingan elit-elit tertentu untuk mendapatkan kekuasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Fridolin Ukur, Tantang Jawan Suku Daya.
J. E. Lontaan, 1976. Sejarah-Hukum Adat Dan Adat Istiadat Kalimantan-Barat. Offset Bumi Restu: Jakarta.

Tidak ada komentar: